Untuk Siswa

Selasa, 21 Februari 2012

Big Bang, Dentuman Pembentuk Alam Semesta



Pernahkan kalian berpikir bagaimanakah alam semesta terbentuk? Sebelum tahun 1920-an, sebagian besar ilmuwan beranggapan bahwa alam semesta terbentuk dengan sendirinya. Artinya, alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak terbatas. Mereka percaya bahwa alam semesta selalu ada dan tidak diciptakan oleh siapa pun. Pendapat ini berasal dari penganut paham materialisme. Mereka berpendapat bahwa materi ada di atas segalanya. Bahkan, mereka mengingkari keterlibatan Tuhan di alam semesta. Namun, anggapan itu mulai berubah ketika memasuki tahun 1920-an. Dengan bukti-bukti dari hasil pengamatan dan penelitian, pendapat paham materialisme mulai tergoyahkan.
Edwin Hubble adalah ilmuwan Amerika Serikat yang meruntuhkan paham materilisme. Dia menemukan bukti bahwa alam semesta terus mengembang. Edwin Hubble telah lama melakukan pengamatan angkasa menggunakan teleskop di Observatorium Mount Wilson California. Pada tahun 1929, Hubble menemukan kejadian yang mencengangkan. Ia melihat cahaya bintang-bintang terus menjauhi Bumi. Bahkan, bintang-bintang tersebut juga saling menjauh satu sama lain. Ini membuktikan bahwa alam semesta terus mengembang.
Bukti yang didapatkan Edwin Hubble telah menguatkan hasil perhitungan yang dilakukan Alexandra Friedman pada tahun 1922. Friedman adalah seorang ahli fisika Rusia. Hasil perhitungannya menunjukkan bahwa alam semesta tidaklah tetap atau statis. Arti dari perhitungan Friedman disadari oleh George Lemaitre, seorang astronom Belgia. Lemaitre menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang memicunya.   
Penemuan Edwin Hubble menggiring kepada model alam semesta yang berbeda dari sebelumnya. Menurut Hubble, alam terus mengembang sejalan dengan waktu. Jika dirunut mundur ke masa lalu, berarti alam semesta terus mengerut semakin kecil dan bertemu pada satu titik. Artinya, pada masa sebelum alam semesta seperti sekarang, ia hanya berupa titik yang mempunyai “volume nol” dengan gravitasi sangat besar. Keberadaan alam semesta berasal dari ledakan titik bervolume nol tersebut. Ledakan ini kemudian dikenal dengan sebutan Dentumam Besar atau Big Bang. Teori terciptanya alam semesta seperti ini disebut Teori Big Bang atau Teori Dentuman Besar.
                                           Gambar Model alam semesta yang terus berkembang

Pada tahun 1948, George Gamov menghasilkan gagasan baru dalam dentuman besar. Ia mengembangkan perhitungan Lemaitre lebih jauh. Menurut Gamov, jika alam semesta terbentuk dalam sebuah dentuman besar, maka harus ada sejumlah radiasi yang tertinggal. Radiasi tersebut harus bisa terdeteksi dan sama di seluruh alam semesta.
Baru pada tahun 1965, dugaan George Gamov dapat dibuktikan. Ialah Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan sebentuk radiasi yang tidak teramati. Radiasi tersebut seragam di seluruh alam semesta. Radiasi ini tidak mempunyai sumber tertentu tetapi tersebar merata di alam semesta. Radiasi tersebut diberi nama Radiasi Latarbelakang Kosmik atau Cosmic Microwave Background Radiation. Dengan penemuan ini, Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel. Keberadaan radiasi Latar Belakang Kosmik semakin memperkuat Teori Dentuman Besar.
Penemuan Penzias dan Wilson semakin diperkuat dengan pengamatan angkasa oleh NASA pada tahun 1989. Pengamatan tersebut dilakukan melalui satelit COBE (Cosmic Background Explorer). Dengan COBE, keberadaan radiasi sisa dentuman besar dapat terdeteksi lebih akurat. Para ilmuwan pun akhirnya mengakui bahwa COBE telah berhasil menangkap sisa-sisa dari Dentuman Besar.
                                            Gambar 5. Satelit COBE
Bukti-bukti yang mendukung Teori Dentuman Besar mengisyaratkan bahwa alam semesta ada karena diciptakan dari ketiadaan. Bukti-bukti itu pulalah yang membuat teori Big Bang diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan ilmuwan pada khususnya. Di sinilah letak kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta yang begitu luas. Seorang ilmuwan, Hugh Ross, berkata: “Bahwa Pencipta itu luar biasa, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam semesta. Ini berarti bahwa Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga tidak berada di alam semesta” (Yahya, Harun: 2007).
Dari peristiwa Dentuman Besar, muncul suatu pertanyaan di benak para ilmuwan. Jika Dentuman Besar berupa ledakan yang dahsyat, seharusnya materi akan tersebar ke segala penjuru secara acak. Namun kenyataannya tidak demikian. Materi hasil Dentuman Besar tersusun sedemikian rupa hingga membentuk galaksi, kluster, bintang, dan planet. Artinya, materi hasil Dentuman Besar membentuk susunan yang begitu rapi dan teratur. Mengapa terjadi demikian? 
Ketika Dentuman Besar terjadi, materi bergerak dengan kecepatan luar biasa ke segala arah. Namun, pada saat itu pula terdapat gaya tarik yang semula mengumpulkan seluruh alam semesta pada satu titik. Dua kekuatan besar bekerja secara berlawanan saat Dentuman Besar terjadi. Kekuatan pertama melontarkan materi ke segala arah, sedangkan kekuatan kedua menarik semua materi untuk menyatu. Keseimbangan dari dua kekuatan inilah yang mempertahankan bentuk alam semesta. Jika kekuatan ledakan lebih besar dari gaya tarik, maka alam semesta akan berpencar ke segala arah. Sebaliknya, jika gaya tarik lebih besar dari gaya ledakan, maka alam semesta akan hancur bertabrakan. Ini merupakan suatu keadaan keseimbangan yang luar biasa. 
Pelbagai pendapat telah dilontarkan oleh kalangan ilmuwan mengenai penciptaan alam semesta dari ketiadaan. Dennis Sciama yang selama bertahun-tahun mempertahankan Teori Alam Semesta Tetap atau Steady State juga telah membenarkan Teori Big Bang. Seorang Profesor dari Universitas California, George Abell, juga telah mengakui bahwa tidak ada pilihan lain selain menerima Teori Big Bang. Kemudian, Sir Fred Hoyle, yang mengemukakan Teori Steady State, akhirnya menerima Teori Big Bang. Ia mengungkapkan ini dengan jelas bahwa Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan dengan ledakan pada umumnya. Alih-alih menghancurkan materi berkeping-keping, Big Bang justru membuat materi saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi. Tatanan yang menakjubkan ini muncul akibat campur tangan pancipta yang berperan dalam setiap ledakan.
Seorang fisikawan, Profesor Stephen Hawking, dalam bukunya ‘A Brief History of Time’ menyatakan bahwa alam semesta dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat daripada yang kita bayangkan. Ia juga menambahkan, jika kecepatan pengembangan dalam satu detik setelah Big Bang berkurang -walau hanya sebesar angka satu per seratus ribu juta-, maka alam semesta akan runtuh. Artinya, alam semesta tidak akan terbentuk seperti sekarang. 
Berdasarkan bukti-bukti dan pendapat para ilmuwan, tentunya kita semakin yakin bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa bersyukur atas karunia-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar